Di Balik Rakit yang Tenggelam: Sebuah Peringatan dari Sungai Rokan

ROHUL – Pagi itu, Sungai Rokan tampak tenang. Air mengalir seperti biasa, menyimpan kisah kehidupan masyarakat yang bergantung pada rakit penyeberangan untuk berpindah dari satu desa ke desa lain. Namun, Minggu (5/10/2025) menjadi hari yang tidak akan mudah dilupakan oleh warga Desa Sukadamai, Kecamatan Ujung Batu, Kabupaten Rokan Hulu.

Sebuah rakit yang membawa 18 penumpang dan 9 sepeda motor tenggelam tepat ketika hampir mencapai tepian. Hanya satu meter lagi menuju daratan, bencana itu datang—air sungai perlahan masuk, menenggelamkan rakit hingga ke dasar yang dangkal. Dalam hitungan menit, jeritan panik, kepanikan penumpang, dan teriakan pekerja bercampur dengan riuhnya air Sungai Rokan.

Syukur tak terhingga, tak ada nyawa yang melayang. Tidak ada harta benda yang hilang. Semua berhasil selamat berkat kesigapan para pekerja yang dengan penuh tenaga dan keberanian segera menurunkan penumpang dan kendaraan sebelum rakit benar-benar karam. Namun, ketegangan itu meninggalkan jejak mendalam di hati setiap orang yang menyaksikan.

“Air tiba-tiba masuk, semua orang berteriak. Kami langsung turunkan penumpang satu per satu. Alhamdulillah semuanya selamat,” tutur seorang pekerja dengan wajah masih pucat.

Bagi masyarakat tepian Sungai Rokan, rakit bukan sekadar alat transportasi. Ia adalah nadi kehidupan. Setiap hari, rakit menghubungkan anak sekolah dengan ruang belajarnya, para petani dengan ladang dan kebun mereka, serta pedagang kecil dengan pasar tempat mereka mencari rezeki. Maka, insiden ini bagaikan peringatan keras: betapa tipisnya batas antara keselamatan dan musibah.

Kapolsek Ujung Batu, Kompol Jusup Purba, menegaskan bahwa kelebihan muatan menjadi penyebab utama tenggelamnya rakit. Kapasitas maksimal hanya 10 orang penumpang dan 7 motor, namun saat kejadian rakit menanggung beban jauh lebih besar. “Ini harus menjadi pelajaran penting. Keselamatan jangan pernah ditukar dengan kecepatan atau keuntungan sesaat,” tegasnya.

Meski tidak ada korban, kejadian ini menyisakan ketakutan. Anak-anak yang ikut dalam penyeberangan itu masih terlihat trauma. Seorang ibu yang saat itu menggendong bayinya tak henti-hentinya mengucap syukur, air mata jatuh tanpa diminta. “Saya hanya bisa berdoa dalam hati. Rasanya seperti kiamat kecil, tapi Allah masih sayang sama kami,” ucapnya lirih.

Kisah ini mengingatkan kita bahwa musibah tidak pernah datang memberi aba-aba. Sungai yang hari ini menjadi sahabat, esok bisa menjadi ancaman. Karena itu, menaati aturan, menjaga keselamatan, dan saling mengingatkan adalah cara sederhana namun berarti agar tidak ada lagi air mata yang jatuh di tepian Sungai Rokan.

Rakit boleh karam, tapi doa masyarakat adalah agar kesadaran tidak ikut tenggelam. Keselamatan bukan hanya tanggung jawab pekerja rakit, tapi juga setiap penumpang yang menaruh harapan di atas kayu yang terapung di sungai itu.

Berbagi :